Seni dan budaya
Musik
Musik yang biasa dimainkan,cenderung tergantung dengan upacara-upacara adat yang diadakan, tetapi lebih dominan dengan genderangnya. Seperti pada Etnis Pesisir terdapat serangkaian alat musik yang dinamakan Sikambang.
Arsitektur
Dalam bidang seni rupa yang menonjol adalah arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau.
Rumah adat suku bangsa Batak bernama Ruma Batak. Berdiri kokoh dan megah dan masih banyak ditemui di Samosir.
Rumah adat Karo kelihatan besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Atapnya terbuat dari ijuk dan biasanya ditambah dengan atap-atap yang lebih kecil berbentuk segitiga yang disebut "ayo-ayo rumah" dan "tersek". Dengan atap menjulang berlapis-lapis itu rumah Karo memiliki bentuk khas dibanding dengan rumah tradisional lainnya yang hanya memiliki satu lapis atap di Sumatera Utara.
Bentuk rumah adat di daerah Simalungun cukup memikat. Kompleks rumah adat di desa Pematang Purba terdiri dari beberapa bangunan yaitu rumah bolon,balai bolon,jemur,pantangan balai butuh dan lesung.
Bangunan khas Mandailing yang menonjol adalah yang disebut "Bagas Gadang" (rumah Namora Natoras) dan "Sopo Godang" (balai musyawarah adat).
Rumah adat Pesisir Sibolga kelihatan lebih megah dan lebih indah dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Rumah adat ini masih berdiri kokoh di halaman Gedung Nasional Sibolga.
Tarian
Perbendaharaan seni tari tradisional meliputi berbagai jenis. Ada yang bersifat magis, berupa tarian sakral, dan ada yang bersifat hiburan saja yang berupa tari profan. Di samping tari adat yang merupakan bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh dayu-datu. Termasuk jenis tari ini adalah tari guru dan tari tungkat. Datu menarikannya sambil mengayunkan tongkat sakti yang disebut Tunggal Panaluan.
Tari profan biasanya ialah tari pergaulan muda-mudi yang ditarikan pada pesta gembira. Tortor ada yang ditarikan saat acara perkawinan. Biasanya ditarikan oleh para hadirin termasuk pengantin dan juga para muda-mudi. Tari muda-mudi ini, misalnya morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering dan kebangkiung. Tari magis misalnya tari tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan. Tarian magis ini biasanya dilakukan dengan penuh kekhusukan.
Selain tarian Batak terdapat pula tarian Melayu seperti Serampang XII.
Kerajinan
Selain arsitektur,tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami. Warna ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.
Pada suku Pakpak ada tenunan yang dikenal dengan nama oles. Bisanya warna dasar oles adalah hitam kecokelatan atau putih.
Pada suku Karo ada tenunan yang dikenal dengan nama uis. Bisanya warna dasar uis adalah biru tua dan kemerahan.
Pada suku Pesisir ada tenunan yang dikenal dengan nama Songket Barus. Biasanya warna dasar kerajinan ini adalah Merah Tua atau Kuning Emas.
Makanan khas
Makanan Khas di Sumatera Utara sangat bervariasi, tergantung dari daerah tersebut. Saksang dan Babi panggang sangat familiar untuk mereka yang melaksanakan pesta maupun masakan rumah.
Misalkan seperti didaerah Pakpak Dairi, Pelleng adalah makanan khas dengan bumbu yang sangat pedas.
Di tanah Batak sendiri adalah dengke naniarsik yang merupakan ikan yang digulai tanpa menggunakan kelapa. Untuk cita rasa, tanah Batak adalah surga bagi pecinta makanan santan dan pedas juga panas. PASITUAK NATONGGI atau uang beli nira yang manis adalah istilah yang sangat akrab disana, menggambarkan betapa dekatnya Tuak atau nira dengan kehidupan mereka.
Sekilas Tentang tari Faluaya (Tari perang)
tari ini berasal dari Pulau Nias. Ketangkasan dan semangat peperangan adalah ekspresi yang ingin di ungkapkan dalam tari tradisi ini. Suara yang dikeluarkan oleh penari sebagai iringan tarinya secara external adalah ekspresi patriotik masyarakat Nias menuju medan peperangan.
Lompat Batu ( Nias)
Lompat Batu merupakan tradisi di Nias yang hingga kini masih terus berlangsung. Letak batu aslinya ini ada di suatu desa di kepulauan Nias. Tujuan dari lompat batu ini sebagai tanda matang/dewasa tidaknya seorang laki-laki. Apabila dia dapat melewati tumpukan batu setinggi 2 meter lebih itu,maka dia dikatan telah dewasa dan dapat menikah.Sebaliknya,apalabila gagal,maka dia dianggap masih anak-anak. Semangat yang bergelora juga terekspresi melalui gerak lompat batu yang tampak atraktif. Dalam Cindai, lompat batu ini dalam satu rangkaian kesenian Nias setelah tari Faluaya.
Tari Rentak Sekaki (Zapin melayu)
Sebuah tari garapan baru yang berakar dari etnik melayu. Langkah kai yang variatif dijadikan oleh koreografer sebagai ide dasar dalam melahirkan koreografi baru tetapi tidak menghilangkan identitas etnik melayu serta maksa dari tarian tersebut. Melangkah dengan kaki menyeret kaki di lantai, langkah tak jadi, langkah menyilang adalah bentuk-bentuk gerak yang hadir dalam tarian ini yang secara lahir menggambarkan kecerian dan jiwa semangat.
Tari Endeng – Endeng
Tari ini menggambarkan semangat dan ekspresi gembira masyarakat sehari- hari. Tari endeng-endeng merupan tari tradisi yang berasal dari daerah Tapanuli Selatan.
Tari Terang Bulan
Salah satu tari tradisi dari daerah Karo. Tari ini menggambarkan percintaan muda-mudi pada malam hari dibawah terang sinar bulan purnama. Tari ini dibawakan dengan karakter gerak yang lebih lemah gemulai.
Tari Serampang IX
Tari tradisi ini berasal dari daerah Melayu. Menggambarkan kisah percintaan muda-mudi Melayu mulai dari awal perkenalan sampai kepada jenjang perkawinan. Gerak yang lemah-gemulai dan ekspresi tersipu malu tergambar melalui penari wanita serta penari pria dengan karakternya yang gagah, lincah dan bersemangat. Simbol perkawinan sebagi klimaks tarian ini, tergambar melalui pertemuan dua sapu tangan yang digunakan penari.
Tari Souan
Tari ini berasal dari daerah Tapanuli Utara. Tari ini merupakan tari ritual, dahulunya tari ini dibawakan oleh dukun sambil membawa cawan berisi sesajen yang berfungsi sebagai media penyembuhan penyakit bagi masyarakat Tapanuli Utara.
Sigale-Gale
Sigale-gale merupakan pertunjukan kesenian dari daerah Tapanuli Utara. SiGale-gale adalah nama sebuah patung yang terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai pengganti anak raja Samosir yang telah meninggal. Untuk menghibur raja maka dibuatlah patung kayu yang di beri nama sigale-gale dan di gerakkan oleh manusia.
Tari Manduda
Tari ini berasal dari daerah Simalungun, menggambarkan kehidupan petani yang sedang turun kesawah dengan suasana gembira, mulai menanam padi hingga sampai kepada suasana menuai padi. Gerak memotong padi, mengirik dan menampis padi tergambar melaui motif-motif gerakannya yang lemah gemulai dan lincah.
Tari Tak-tak Garo-garo
Tari ini menggambarkan kehidupan burung, terbang kesana kemari mencari makan dan bersendau gurau dengan kawan-kawanya. Tari ini berasal dari Phakpak, Dairi, Sumatera Utara.
Sedangkan tarian baru dari Cindai adalah :
- Zapin sajadah terkembang, dari daerah Melayu. Menceritakan sajadah,yg digunakan sebagai media sholat lima waktu oleh kaum muslim menuju pada sang pencipta. Setelah selsesai Sholat, mendatangkan jiwa yang bersih dan semangat yang baru bagi muda-mudi dalam mengarungi kehidupan. Secara simbolik Zapin Sajadah Terkembang menggambarkan semangat kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari.
- Tari Ya Mualai, dari daerah Melayu. Merupakan tari garapan baru yang berakar pada etnik melayu. Sifat tarian ini sebagai hiburan, judul lagu sebagai pengiring tari ini, juga digunakan sebagai judul tariannya. Sebagai sebuah ekspresi baru, tari ini menggambarkan semangat kesbersanaan dengan gerak yang lincah.
Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor
Lagu Daerah:
Anju Ahu (Sumatera Utara)
Bungo Bangso (Sumatera Utara)
Butet (Sumatera Utara)
Cikala Le Pongpong (Sumatera Utara)
Dago Inang Sarge (Sumatera Utara)
Lisoi (Sumatera Utara)
Madekdek Magambiri (Sumatera Utara)
Mariam Tomong (Sumatera Utara)
Nasonang Dohita Nadua (Sumatera Utara)
Rambadia (Sumatera Utara)
Sengko-Sengko (Sumatera Utara)
Siboga Tacinto (Sumatera Utara)
Sinanggar Tulo (Sumatera Utara)
Sing Sing So (Sumatera Utara)
Tapian Nauli (Sumatera Utara)
Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.
Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule.
Makanan khas Sumatera Utara
• Angsle
• Tuak
• Lemang
• Arsik
• Uyen
• Tok-tok
• Sambel hebi
• Roti Ketawa
• Bika Ambon
• Bolu gulung
• Lapis legit
• Kwetiau
• Pangsit
• Pok pia
• Pisang molen
• Saksang
• Tanggo-tanggo
• Mutiara Bagan Siapi-api
• Soto Medan
• Lappet
• Ombus-Ombus
• Sangsang
• Naniura
• Arsik
• Lomok-Lomok
• Kidu-Kidu
• Babi Panggang Karo
• Cipera
• Cimpa
Asal Usul Kota Medan & Legenda Putri Hijau
ASAL USUL MEDAN
Kampung kecil, dalam masa lebih kurang 80 tahun dengan pesat berkembang menjadi kota, yang dewasa ini kita kenal sebagai kota Medan, berada di suatu tanah datar atau MEDAN, di tempat Sungai Babura bertemu dengan Sungai Deli, yang waktu itu dikenal sebagai “Medan Putri”, tidak jauh dari Jalan Putri Hijau sekarang.
Menurut Tengku Lukman Sinar, SH dalam bukunya “Riwayat Hamparan Perak” yang terbit tahun 1971, yang mendirikan kampung Medan adalah Raja Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak (Dua Belas Kota) dan Datuk Sukapiring, yaitu dua dari empat kepala suku Kesultanan Deli.
John Anderson, seorang pegawai Pemerintah Inggeris yang berkedudukan di Penang, pernah berkunjung ke Medan tahun 1823. Dalam bukunya bernama “Mission to the Eastcoast of Sumatera”, edisi Edinburg tahun 1826, Medan masih merupakan satu kampung kecil yang berpenduduk sekitar 200 orang. Di pinggir sungai sampai ke tembok Mesjid kampung Medan, ada dilihatnya susunan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar yang menurut dugaannya berasal dari Candi Hindu di Jawa.
Menurut legenda, dizaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli Lama kira-kira 10 km dari kampung Medan, di Deli Tua sekarang seorang putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan puteri itu tersohor kemana-mana, mulai dari Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa.
Sultan Aceh jatuh cinta pada puteri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah karena penolakannya itu dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka pecahlah perang antara kesultanan Aceh dan kesulatanan Deli.
Menurut legenda yang tersebut di atas, dengan mempergunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara Putri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan yang seorang lagi sebagai sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya.
Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa, Putera mahkota yang menjelma menjadi meriam itu, meledak bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya kedataran tinggi Karo, kira-kira 5 km dari Kabanjahe.
Pangeran yang seorang lagi yang telah berubah menjadi seekor ular naga itu, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli disatu tempat yang berdekatan dengan Jalan Putri Hijau sekarang. Arus sungai membawanya ke Selat Malaka dari tempat ia meneruskan perjalanannya yang terakhir di ujung Jambo Aye dekat Lok Seumawe, Aceh.
Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh.
Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan Putri itu dikabulkan.
Tetapi, baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembus angin ribut yang maha dahsyat disusul oleh gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga itu dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.
Legenda ini sampai sekarang masih terkenal dikalangan orang-orang Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan benteng dari Puri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Isatana Maymoon, Medan.
Sejarah Kota Medan
Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus, lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular.
Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah di antara kedua sungai tersebut.
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa di samping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.
Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.
Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan di sana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.
Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.
Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.
Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Al-Qur'an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.
Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli: In Woord en Beeld ditulis oleh N. ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur terletak di seberang sungai dari kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.
OBJEK WISATA DI MEDAN
Kota Medan yang telah berumur ratusan tahun itu, mempunyai objek-objek yang sangat berharga dan potensial untuk digali dan dipugar untuk dijadikan objek wisata.
Disamping objek-objek sejarah yang berharga itu, perlu dipugar kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang tinggal di kota Medan dan dibina perindustrian kecil barang-barang artistik dan tradisionil untuk memancing kedatangan turis-turis asing yang menghasilkan devisa bagi negara dan memberikan pekerjaan pada penduduk setempat.
Lokasi dan Objek-objek wisata, antara lain adalah :
- Istana Maymoon, kira-kira 3 km dari Kantor Pos Besar Medan, yang dibangun oleh Sultan Maamun Al – Rasyid tahun 1888
-
- Mesjid Raya, yang letaknya kira-kira 200 meter dari Istana Maymoon, mesjid ini dibangun Sultan Maamun Al – Rasyid tahun 1906
-
- Museum Negeri Sumatera Utara di Jalan H.M. Joni, kira-kira 5 km dari pusat kota
-
- Kebun Binatang, kira-kira 5 km dari pusat kota
-
- Pekan Raya Medan, jalan Binjai, tempat pameran, promosi barang dagangan dan tempat hiburan
-
- Taman Ria, jalan Binjai, tempat rekreasi dan taman hiburan anak-anak, kira-kira 5,5 km dari pusat kota
-
- Peternakan buaya di Sunggal, yang banyak dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan dalam dan luar negeri, di peternakan ini ada kira-kira 1.500 ekor buaya, lebih kurang 10 km dari pusat kota
-
- Brastagi, 66 km dari Medan, tempat kita dapat menikmati udara bersih
- dan sehat, pada ketinggian kira-kira 4.594 kaki di atas permukaan laut. Daerah Brastagi menghasilkan sejumlah besar sayur-mayur, buah-buahan dan bunga-bunga yang cantik dan telah dikunjungi wisatawan-wisatawan asing dan dalam negeri sejak zaman sebelum perang. Dari Bukit Gundaling kita dapat menikmati pemandangan yang indah atas Tanah Tinggi Karo.
-
- Lau Debuk-debuk, kira-kira 60 km dari Medan ke jurusan Brastagi di kaki Gunung Sibayak. Di sini ada kolam air panas, yang menurut kata orang, airnya dapat menyembuhkan rupa-rupa penyakit kulit
-
- Tongging, 112 km dari Medan. Di daerah ini terdapat Air Terjun Sipiso-piso yang tingginya 360 kaki. Dari tempat itu kita dapat menikmati pemandangan yang indah ke Danau Toba
-
- Parapat, 176 km dari Medan, merupakan objek wisata yang banyak dikunjungi turis-turis dalam dan luar negeri karena pemandangannya yang indah. Disamping itu, pengunjung dapat mandi-mandi dan ber-ski air di dananu itu dan menyeberang ke Pulau Samosir (Tongging) untuk meloihat-lihat barang-barang peninggalan zaman Purbakala. Pulau Samosir sangat unik, karena merupakan satu-satunya pulau di atas pulau di dunia ini
-
- Pantai Cermin, kira-kira 55 km dari Medan, di tepi Selat Malaka dengan pemandangan yang indah dan kita dapat mandi-mandi serta memancing
-
- Sialang Buah, 60 km dari kota Medan, merupakan tempat mandi-mandi dan memancing. Sialang Buah banyak menghasilkan Udang Galah yang sangat digemari orang
Kebudayaan Indonesia
Minggu, 28 November 2010
Diposting oleh nia cotto di 04.17
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar